Lokakarya ini dibuka oleh Camat Tomoni Timur, Yulius, didampingi Danramil Mangkutana dan Kepala KUA Tomoni Timur. Sejumlah pihak hadir, mulai dari perwakilan Puskesmas, TP PKK desa, bidan desa, kader posyandu, penyuluh lapangan KB (PLKB), hingga tim pendamping keluarga (TPK). Semua pihak diminta menyatukan langkah agar stunting dapat ditekan secara berkelanjutan.
“Selama ini kita semua sudah bekerja, tetapi kasus lama masih membayangi. Ini yang perlu kita evaluasi. Apa penyebabnya?” ujar Yulius dalam sambutannya. Ia menekankan pentingnya konsistensi dalam edukasi meski kerap menghadapi tantangan. “Mungkin kita lelah mengingatkan orang tua, tapi jangan berhenti. Edukasi harus terus jalan,” tambahnya.
Dalam diskusi, pola asuh yang keliru mencuat sebagai masalah utama. Minimnya kepedulian orang tua, kebiasaan merokok di dalam rumah, hingga praktik pernikahan dini disebut menjadi pemicu. Kepala KUA Tomoni Timur, H. Mustaha, menegaskan bahwa pernikahan usia anak masih menjadi faktor risiko signifikan. Ia bahkan meminta bidan desa melaporkan jika menemukan praktik pernikahan di bawah umur.
Dukungan lintas sektor juga mengemuka. Danpos Aryanto, mewakili Danramil Mangkutana, menyatakan Babinsa siap membantu. “Sampaikan jadwal posyandu. Kalau ada orang tua enggan membawa anaknya, segera laporkan agar bisa ditindaklanjuti,” katanya.
Data terbaru memperlihatkan adanya perbaikan meski perlahan. Jumlah balita stunting di Kecamatan Tomoni Timur pada Juli tercatat 57 kasus, sementara pada Agustus menurun menjadi 50 kasus. Angka ini menunjukkan tren positif, meski masih memerlukan perhatian serius agar kasus lama dapat tertangani dan tidak muncul kasus baru.
Sementara itu, Kabid KB DPKB Luwu Timur, Suliati, menyebut angka stunting di Tomoni Timur sudah menunjukkan tren penurunan. Menurutnya, hal ini membuktikan strategi yang diterapkan cukup efektif. “Sekarang fokusnya pencegahan agar tidak ada kasus baru. Pendampingan harus dimulai sejak masa kehamilan,” ujarnya. (Red)
Tags
Berita Daerah